MEMBANGUN 4 PILAR POSITIVE THINKING WARGA SEKOLAH
DITULIS OLEH : DIAN ARDIANTO, M.Pd.
(Beliau Adalah Seorang Guru Pendidikan Agama Islam)
Lingkungan sekolah merupakan miniatur masyarakat yang berbeda kasta, dari status sosial, ekonomi , pendidikan dll. Sehingga tidak menuntut kemungkinan adanya gesekan antar warga sekolah terkait dengan beberap hal yang terjadi di lingkungan sekolah. Adanya kebijakan yang tidak melibatkan warga, membangun asumsi seakan pimpinan yang mengembangkan sekolah secara mandiri, pemerataan yang tidak sesuai dengan kinerja, Saling sindir antar warga alias gossip berjama’ah. Daya upaya dilakukan sekolah melalui workshop pendidikan, peningkatan sumber daya pendidik, pelatihan keadministarasian yang semuanya hampir dilakukan sekolah dalam peninggakatan mutu sekolah. Akan tetapi, kondisi masih berjalan secara rutinitas tanpa ada gerakan inovasi yang signifikan. Sehingga semakin tua usia sekolah tidak diimbangi dengan tua nya pengalaman dalam mengembangkan manajemen sekolah yang kualitas dan akuntabel.
Banyaknya sekolah formal yang ada di lingkungan masyarakat menuntut sekolah untuk mengembangkan berfikir kreatif dan inovatif. Dan itu bisa terlaksana dengan baik terletak pada penggeraknya yaitu warga sekolah yang meliputi; guru, staf, dan karyawan sekolah. Tanpa ada keharmonisan diantara warga, mustahil mewujudkan sekolah berkualitas sesuai harapan bangsa. Ibarat rumah mewah yang dibangun kontraktor hebat, antara material satu dengan yang lain sudah ada kemistri, contoh; batu bata tidak akan membicarakan genting yang ada diatas, pun juga genting tidak akan iri dengan besi dan semen yang ada dalam bangunan. Maka bagaimana sekolah dibangun diatas kebersamaan dan keharmonisan dari luar dan dalam, tidak sebatas slogan atau jargon jargon kekeluargaan.
Untuk mengharmonisasikan sekolah dalam satu langkah dan komando yang sama yaitu dengan proyeksi. Proyeksi ini merupakan cara berfikir tentang target/ tujuan yang ingin sekolah capai dalam waktu tertentu dan dapat diukur sesuai dengan kondisi sekolah. Contoh ; sekolah harus memiliki brend tingkat nasional, maka warga harus mengarahkan tenaganya ke arah tersebut. Jelas, komando ini ada pada pimpinan sekolah, untuk bisa mengerakkan warga menuju tujuan yang sama. Dengan inilah sekolah memiliki arah perjalanan yang jelas, walau beribu mil yang akan ditempuh, dengan menentukan target akan bisa dicapai.
Tujuan target ini adalah menjadi suatu keniscayaan sekolah, yang digerakkan warga. Sehingga tidak ada kesempatan untuk saling menertawakan dalam hal negatif, saling curiga. Kenapa? Karena, warga sudah terbangun mind seat meraih tujuan dengan tugas dan fungsi pokok masing masing sesuai yang diamanahkan sekolah. Dan akan nampak jelas, yang memiliki integritas dalam mengembangkan sekolah. Sehingga akan terbangun positif thinking pada warga sekolah dengan situasi dan kondisi yang berbeda, tidak ada skat antara satu warga dengan warga yang lain, dengan empat pilar utama agar terbangun positive thinking warga sekolah untuk meraih target besar.
Empat pilar untuk membangun positive thinking warga sekolah ;
1. Pendekatan Persuasif
Berbicara dari hari ke hati atau empat mata ini juga perlu dilakukan untuk menyamakan persepsi atau menghindarkan diri dari kesalah fahaman, apalagi antara atasan dan bawahan. “Komunikasi yang bertujuan untuk mengubah mempengaruhi atau kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator (komunikasi persuasif”)”.
Dengan hal ini kita bisa memahami mimik, isyarat, tingkah laku warga dalam setiap aktifitas yang dilakukan, sehingga tidak menimbulkan asumsi buta yang dapat mengakibatkan konflik internal dalam mengembangkan sekolah.
2. Take and Give
Sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, tidak seharusnya kita bersikap individual dalam kehidupan. Modernisme mengajarkan kita untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman, bukan malah dikondisikan zaman. Terlihat Information Technology sangat dominan dalam kehidupan kita, semisal gadget yang hampir dimiliki oleh lintas generasi baik anak anak, dewasa maupun orang tua dengan alibi kebutuhan hudup. Padahal hakikatnya kita dihipnotis untuk ketagihan dalam penggunaannya, yang sehingga kita lalai dengan aktifitas yang lain yang lebih berkualitas.
Manusia terlahir untuk dihormati dengan tutur kata dan tingkah laku, tidak semata dengan financial. Penghomatan inilah yang akan memicu semangat dalam mengobarkan perjuangan dalam mengembangkan sekolah.
3. Analisis Sekolah
Wadah besar target sekolah adalah mengantarkan siswa berfikir kritis dengan skill yang mereka miliki. Bagaimana caranya? Yaa analisis, untuk validasi evaluasi sekolah dalam berbagai aspek. Sehingga warga menegetahui kondisi sekolah yang ditempati, apakah layak? atau apakah dikembangkan?. Maka ketika warga mengetahui dengan satu komando kita bisa berjalan bersama dengan satu tujuan.
Analisis sekolah bisa berdasar kuantitatif dan kualitatif. Kuantitatif terkait dengan numerasi atau angka angka untuk mengetahui pengembangan sekolah, sedangkan kualitatif dengan melalui interview dan wawancara. Dengan menggunakan motode inilah diharapkan warga bisa fokus dalam pengembangan sekolah. Disamping itu, target tugas masing masing warga akan telihat jelas dalam kapasitasnya sebagai pendidik atau tenaga kependidikan.
4. Kesejahteraan
Salah satu faktor untuk memberikan suport materiel dengan memberikan kesejahteraan yang sesuai dengan kinerja dan ketentuan. Karena setiap kita memiliki tanggung jawab besar dalam keluarga. Tidak adanya saling hasud karena beda kesejahteraan akan melahirkan kedewasaan dalam menyikapi rizki dari Allah SWT, sehingga sikap positive thinking akan mewarnai kehidupan kita dan selalu tersenyum di awal dan akhir bulan. Tidak bisa diingkari, karena manusia memiliki kebutuhan fisiologi yang merupakan kebutuhan primer yang diperlukan untuk terus hidup seperti; makan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal (Abdullah Munir: 2009: 24)
Karenanya kesejahteraan sesuai dengan kinerja harus diatur sebaik mungkin sesuai dengan aturan yang berlaku dan disosialisasikan kewarga sekolah.